Rabu, 15 April 2009

Para Pejuang Ksatria PPP"Bertangan Kosong" Di Libas Caleg Bersamurai Bahkan BerGergaji Mesin

Usai Pemilu, ke Mana Para Calon Legislatif Yang Tak Beruntung? 
Njahit Lagi, Kumpulkan Tabungan Pendidikan Anaknya 

Dedi Besman dipastikan gagal menjadi anggota legislatif DPRD Kota Jogja. Dalam Pemilu 9 April lalu, calon legislatif yang mewakili Dapil III ini hanya mengumpulkan kurang dari 450 suara. Gagal jadi anggota dewan, Dedi kembali menjalani profesi lamanya. Penjahit.

LUTFI RAKHMAWATI, Jogja 

---

KECEWA, sudah pasti. Tapi bukan karena jumlah suara kurang yang membuat caleg dari PPP ini kecewa. Menurut Dedi, ia kecewa pada sistem dan juga masyarakat yang mudah menerima ''serangan fajar''. Meski begitu, Dedi bersyukur keluarga bisa menerima kekalahannya dengan besar hati. 

Padahal, persiapan yang dilakukan Dedi menghadapi Pemilu tidak kurang. Bisa dikatakan, persiapan yang dilakukan sudah maksimal. Betapa tidak. Menjelang pemilu, Dedi sengaja menutup kios jahit sekaligus rumahnya di Jalan Tentara Rakyat Mataram agar ia dan tim suksesnya bisa fokus menghadapi pemilu legislatif. 

Setiap malam, Dedi dan keluarganya melakukan salat tahajud. Mereka juga berpuasa sunah setiap Senin dan Kamis. Dengan bantuan 25 anggota tim suksesnya, Dedi optimistis perolehan suaranya bisa maksimal. Apalagi kampanye terakhirnya dihadiri lebih dari 1.500 orang.

Apa daya, hasil pemilu legislatif 9 April lalu ternyata tidak sesuai harapannya. Menurut Dedi, penyebab utama kegagalannya adalah ''serangan fajar'' yang dilakukan caleg partai lain di sekitar tempat tinggalnya. Hasil dari serangan fajar inilah yang membuat Dedi sangat kecewa. Hasil perolehan suaranya ternyata sangat jauh dari prediksi tim suksesnya. 

''Jujur kami sangat kecewa dengan hasil pemilu legislatif kali ini. Terutama karena serangan fajar. Saya juga tidak menyangka masyarakat begitu rentannya dengan bagi-bagi uang menjelang pencontrengan. Salah seorang caleg bahkan membagikan Rp 50 ribu per pemilih. Ini tentu tidak adil bagi saya,'' tuturnya tanpa menyebut lebih lanjut siapa caleg yang bagi-bagi uang. 

Jumlah perolehan suara yang jauh dari harapan memang menyakitkan bagi Dedi dan keluarganya. ''Bahkan di salah satu TPS, hanya adik saya dan suaminya yang memilih saya. Hanya ada dua suara. Padahal sebelumnya mereka mendukung saya,'' keluhnya. 

Sampai saat ini, Dedi mengaku tidak tahu pasti berapa suara yang didapatnya. Alasannya, hasilnya terlampau mengecewakan sehingga dia malas melihat lebih lanjut. ''Begitu tahu hasilnya sangat berbeda dengan prediksi kami, saya langsung tidak tertarik melihat keseluruhan proses penghitungan. Saya pasrah saja,'' papar ayah satu putra ini. 

Selama proses kampanye, tak kurang uang sebesar Rp 59 juta dikeluarkannya. Dana sebesar itu didapatnya dari penjualan dua sepeda motor miliknya, tabungan pendidikan putra semata wayangnya, dan sumbangan dari orang tua.

Meski kalah dan kecewa, Dedi masih merasa bersyukur. Setidaknya, dia menggunakan uang miliknya, bukan hasil utang kepada orang lain. Bila uang kampanyenya adalah hasil berutang, akan tambah susah hidupnya. 

Istrinya, Eny Sinuraya, menambahkan, sebagian besar uang kampanye untuk suaminya diambil dari tabungan pendidikan anak mereka, Dendy Muhammad. ''Untung sekarang dia baru duduk di kelas 2 SMA. Jadi kami masih punya waktu untuk mengumpulkan kembali uang tabungannya yang terpakai untuk kampanye,'' kata perempuan berambut pendek ini. 

Sebagai istri, Eni mengingatkan suaminya untuk terus maju dan tidak larut dalam kekecewaan. Dedi memang tidak mau meratapi nasibnya. Mulai Minggu (12/4), kios jahit Dendy miliknya sudah kembali buka. Dia sudah menerima orderan jahit lagi. 

''Saya memang sepenuhnya mendukung bapak. Dia tidak boleh terus sedih dengan hasil pemilu kali ini. Kami punya tanggung jawab terhadap anak kami. Karena itu tidak boleh berhenti berusaha,'' tutur Eni. 

Uang Rp 59 juta itu sebenarnya dikumpulkan Dedi dan istrinya dengan susah payah. Selain digunakan sebagai tabungan pendidikan anak mereka, uang ini sebenarnya akan digunakan untuk membelikan Dendy motor baru. 

''Dendy sempat agak kecewa karena uang itu akan digunakan untuk membelikannya motor baru. Tapi saya bersyukur punya anak yang baik seperti dia. Dia tidak banyak menuntut. Dia juga tidak terlalu kecewa dengan hasil pemilu,'' tambah Dedi. 

Satu hal yang membuatnya makin bangga pada anaknya, Dendy tetap meneruskan ibadah puasa sunahnya meskipun pemilu sudah selesai. Padahal, Dedi tidak pernah memaksanya untuk berpuasa setiap Senin dan Kamis. ''Saya senang sekali dia meneruskan puasanya. Semoga itu jadi kebiasaan dia,'' harap pria asal Padang ini. 

Dedi juga menyampaikan rasa terima kasih kepada keluarga besarnya. Dukungan dari keluarganya tidak hanya datang dalam bentuk doa, tapi juga materi. ''Orang tua saya menyumbang Rp 9 juta untuk dana kampanye saya. Saya bersyukur keluarga tetap menerima saya meskipun gagal,'' tambahnya. 

Meski gagal dalam pemilu kali ini, Dedi mengaku tidak kapok terjun ke dunia politik. Dia tetap akan aktif di partai berlambang Kakbah itu. Kegagalan pemilu kali ini, menurutnya, karena serangan fajar dan sistem yang tidak menguntungkan, bukan karena ideologi politiknya. ''Saya akan tetap konsisten di sini (PPP),'' katanya mantap.